Materi oleh. Bambang
Sutrisno (GM SDM BNI Syari’ah)
Ringkasan oleh. Gading Ekapuja
Aurizki (NIP 0604756)
Kian
hari ekonomi kapitalistik mulai mendekati keruntuhannya. Krisis yang terjadi di
Amerika dan Eropa adalah salah satu tanda-tandanya. Keruntuhan itu tidak lepas dari
prinsip ekonomi kapitalistik yang memisahkan antara sektor riil dan sektor moneter
(decaoupling). Banyak investasi, uang
“imajiner” terus berputar, tetapi pembangunan tidak berimbang dengan keduanya. Pada
2007, transaksi sektor maya mencapai 95% dari total perdagangan dunia.
Sedangkan, transaksi di sektor riil berupa perdagangan barang dan jasa kurang
dari 5%. Volume transaksi maya yang terjadi di pasar uang dunia mencapai US$
1,5 triliun/hari, sementara perdagangan barang dan komoditas hanya sebesar US$
6 triliun/tahun (IMF and World Bank, 2008). Selain itu di dalam ekonomi kapital
terdapat praktik-praktik immoral seperti riba’,
gharar, dan maishir.
Bersamaan
dengan momentum tersebut, ekonomi Islam perlahan bangkit. Banyak pakar mengakui
bobroknya sistem ekonomi kapital, dan juga keunggulan ekonomi Islam. Hal itu didorong
dari kebutuhan dunia akan ekonomi yang tidak hanya berbasis pada finansial, melainkan
juga berlandaskan moral dan kesejahteraan rakyat. Dan ekonomi Islam lah yang memiliki
keduanya. Kini, tinggal pembuktiannya!
Saat
ini, nasabah dari bank syari’ah masih sangat sedikit dibandingkan nasabah bank konvensional.
Tercatat aset dari bank syari’ah hanya mencapai 3,98%. Jauh di bawah bank konvensional
yang asetnya berada di angka 96,02%. Meskipun begitu, dari tahun ke tahun jumlahnya
bertambah. Ini menandakan bahwa masyarakat mulai percaya (trust) kepada model dan sistem bank syari’ah yang notabene adalah ujung
tombak dari ekonomi Islam.
Banyak
keuntungan dari menjamurnya bank syari’ah. Selain membuat umat muslim bisa dengan
nyaman berekonomi dan ber-Islam secara kaaffah,
munculnya bank syari’ah juga memicu berdirinya institusi-institusi syari’ah lainnya.
Yang pasti bank syari’ah menjami keadilan dalam setiap transaksinya.
Banyak
peluang didapatkan ketika kita menjalankan perbankan syari’ah, antara lain: (1)
potensi pasar yang masih luas; (2) peningkatan dukungan pemerintah secara perlahan;
(3) pertumbuhan tahunan yang tinggi; dan lain sebagainya. Sedangkan tantangannya
antara lain: (1) bagaimana perbankan syari’ah bisa menjadi selevel dengan perbankan
konvensional; (2) karena tergolong baru, diperlukan inovasi-inovasi produk, khususnya
segmen korporasi dan layanan transaksional; dan lain sebagainya.
Kemajuan
perbankan syariah tidak hanya untuk umat Islam saja. Melainkan untuk mensejahterakan
masyarakat secara umum. Untuk mencapai itu, diperlukan dukungan dari semua pihak,
mulai dari pemerintah secara umum, pemegang otoritas perbankan di Indonesia –Gubernur
Bank Indonesia-, beberapa kepala departemen yang berkaitan dengan keuangan, staf
institusi, sampai nasabah yang memberikan kepercayaan kepada perbankan syari’ah.
Usaha
memajukan perbankan syari’ah dan ekonomi Islam ini tidak lain adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Dan demi terbentuknya Indonesia yang lebih baik dan bermartabat.
Wallahua’lam bishshawab..
[]gea
No comments:
Post a Comment