Sebuah Model Kontribusi untuk Harakah Tarbiyah
Oleh Gading Ekapuja Aurizki
Oleh Gading Ekapuja Aurizki
“Kami
akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala
wilayah bumi dan pada diri mereka
sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah
cukup bahwa Sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?” (QS Fushshilat [41]:53)
“Dan
perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia. Dan tiada yang memahaminya
kecuali orang-orang yang berilmu.” (QS
Al-‘Ankabuut [29]:43)
*
* *
Dua
ayat di atas merupakan landasan bagi saya untuk menulis artikel ini. Pada ayat
pertama Allah Swt. menyebutkan akan memperlihatkan kekuasaan-Nya pada diri
manusia sendiri. Ada bermilyar sel, saraf, pembuluh darah, organ-organ, dan
proses fisiologis pada diri manusia, yang bisa dijadikan inspirasi untuk
senantiasa mengagumi setiap ciptaan-Nya. Sampai ada yang mengatakan, “Barangsiapa
mengenal dirinya, dia akan mengenal Tuhannya.”
Di
dalam QS An-Nisaa ayat 56 tertulis bahwa Allah kelak akan memasukkan
orang-orang kafir ke neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, maka Allah kan
menggantinya dengan kulit lain supaya mereka merasakan azab. Belakangan diketahui
bahwa lapisan di bawah kulit merupakan lapisan yang tidak ada sarafnya,
sehingga orang dengan luka bakar berat justru tidak akan merasa sakit karena
tak dapat menerima stimulus. Itulah yang membuat Allah mengganti kulit
orang-orang kafir ketika mereka disiksa, “supaya mereka merasakan azab!”
Ayat
kedua adalah satu dari sekian ayat yang menyebutkan tentang perumpamaan-perumpamaan
(al-amtsal) di dalam Al-Qur’an. Allah
Swt. menjadikan perumpamaan sebagai cara untuk memahamkan manusia terhadap
fenomena-fenomena yang terjadi di dunia, dan juga agar mereka memahami
ayat-ayat-Nya.
Selain
itu, permisalan atau analogi (qiyas) merupakan
salah satu metode yang bisa digunakan manusia untuk merefleksikan kebenaran
Ilahiyah dalam kehidupan mereka. Karena apa yang ada di alam semesta ini
merupakan ayat-ayat kauniyah yang diciptakan oleh Allah untuk manusia agar
mereka berpikir tentang kebesaran-Nya. Sehingga tidak boleh manusia mengambil
perumpamaan dari alam semesta untuk memusuhi agama-Nya seperti yang dilakukan
orang-orang kafir. Alih-alih memusuhi, menafikkan kenyataan bahwa Allah lah pencipta
alam semesta ini merupakan tanda keroposnya iman seseorang.
Dalam
QS Ibrahim, Allah Swt. mengibaratkan perumpamaan baik seperti sebuah pohon yang
baik, akarnya teguh dan cabangnya menjulang ke langit. Sedangkan untuk perumpamaan
buruk yang dibuat oleh orang-orang kafir untuk memusuhi Islam, Allah Swt. mengibaratkannya
sebagai pohon yang buruk yang telah dicabut akar-akarnya dari muka bumi dan
tidak dapat teguh sedikitpun.
*
* *
Dalam
pengembangan ilmu pengetahuan jamak ditemukan penemuan-penemuan yang terinspirasi
dari organ makhluk hidup. Semisal sepatu renang yang terinspirasi sirip pada
kaki bebek, helikopter yang terinspirasi lebah dan capung, kapal selam yang
terinspirasi dari ikan paus, dan lain sebagainya. Namun kebanyakan inspirasi
itu digunakan untuk pengembangan ilmu sains dan teknologi. Masih jarang
ditemukan inspirasi organ makhluk hidup digunakan untuk prototype atau teori dalam logika sosial.
Dalam
tulisan ini saya mencoba untuk menganalogikan proses fisiologis pada sebuah
organ bernama jantung –beserta seluruh
sistemnya- dengan logika pergerakan, dunia yang saat ini sedang saya geluti.
Mengacu
pada dua ayat yang terlampir di atas, proses berpikir yang saya gunakan juga
ada 2 (dua), yaitu; (1) kontemplasi; dan (2) analogi.
* * *
Kontemplasi
Semua
pasti tahu jantung. Organ berukuran sekepalan tangan itu terletak di tengah rongga
dada (cavum thorax) sedikit menjorok kiri.
Ia dilindungi oleh tulang rusuk (costae)
dan tulang dada (sternum). Di samping
kanan-kirinya terdapat organ paru-paru (pulmo).
Sebagai
salah satu organ inti dalam tubuh manusia, jantung akan terus-menerus berdenyut
sepanjang waktu tanpa sekalipun berhenti (kecuali karena beberapa hal, semisal operasi
jantung). Berhentinya denyut jantung bisa diartikan sebagai akhir hidup seseorang.
Jantung bertugas mengantar darah kotor ke paru-paru untuk melakukan penukaran carbondioksida
(CO2) dengan oksigen (O2). Ia juga bertugas
mendistribusikan darah bersih hasil penukaran tersebut ke seluruh tubuh.
Darah
yang didistribusikan ke seluruh tubuh tersebut membawa O2 ke
jaringan-jaringan. O2 adalah unsur yang digunakan sel untuk
melakukan metabolisme. Ketika sampai pada jaringan yang dituju, O2
akan berdifusi dari pembuluh darah ke sel bertukar dengan CO2 sisa
metabolisme. Darah dari sel/jaringan ini kemudian kembali ke jantung untuk
diantarkan ke paru-paru, kembali ke jantung, kemudian di distribusikan kembali
ke seluruh tubuh. Begitu seterusnya. Inilah yang disebut sebagai sistem kardiovaskuler
(cardiovascular system).
Untuk
bekerja sedemikian keras, otot-otot jantung (myocard) juga membutuhkan “nutrisi” O2. Untuk
mendapatkan “nutrisi” tersebut, jantung memiliki arteri koroner (coronary artery). Arteri koroner
merupakan salah satu percabangan dari aorta (pembuluh darah terbesar), yang
berfungsi untuk mendistribusikan darah dari jantung untuk jantung sendiri. Karena
ukurannya sangat kecil, ia sangat rawan tersumbat oleh lemak (fat) atau gumpalan darah (blood clot). Jika ia tersumbat bisa
menyebabkan penyakit jantung koroner (PJK).
Analogi
“Harakah
adalah inti sebuah negara,” itulah salah satu kesimpulan yang muncul setelah saya
membaca buku Dari Gerakan ke Negara
karangan M. Anis Matta. Untuk mengurus
negara yang sedemikian besar, butuh sebuah organ penggerak yang memotori
seluruh aktivitasnya. Memang, pelibatan semua pihak diperlukan, tetapi saya
meyakini satu hal: satu organ penggerak
yang solid lebih baik daripada sepuluh organ penggerak yang rapuh. Dengan
begitu, organ-organ lain bisa lebih fokus untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan
lain yang masih menumpuk tak terselesaikan.
Sebagai
sebuah inti, harakah tidak bisa hanya
mengedepankan kepentingannya saja. Masih dalam buku Dari Gerakan ke Negara, M.
Anis Matta menyebutkan ada tiga lapis kepentingan yang perlu diakomodasi ketika
harakah mengelola sebuah negara;
kepentingan pertama adalah kepentingan bangsa,
kepentingan kedua adalah kepentingan umat
Islam, dan kepentingan ketiga baru kepentingan harakah itu sendiri.
Jika
prioritas kepentingan itu dihubungkan dengan manajemen sumber daya (terutama
manusia/men), maka dapat dipastikan
harakah tidak akan menumpuk kader-kadernya di struktur inti, melainkan mendistribusikannya
ke instansi-instansi atau wajihah amal lain. Yang bekerja di struktur inti
harakah secukupnya saja, yang penting efektif. Namun yang perlu dipastikan
adalah sejauh apapun kader harakah berkontribusi di wajihah lain, maka harus
dipastikan asupan “nutrisi” tarbawi-nya terpenuhi, dan ia juga tetap memiliki
ikatan dengan harakah. Jika diperlukan, ia harus siap ketika ditarik untuk
mengisi struktur harakah.
Di
sadari atau tidak, pola gerakan seperti ini mirip (bahkan sangat mirip) dengan
pola gerakan dalam sistem kardiovaskuler.
Apa saja kemiripannya?
Pertama,
jantung merupakan organ inti dalam tubuh manusia. Sangat cocok sebagai model harakah
yang menjadi inti sebuah negara. Kecocokan lainnya dengan harakah adalah Allah
menciptakan jantung sebagai organ yang senantiasa bergerak. Seseorang yang saya
tanya tentang korelasi jantung dengan pergerakan pun menjawab senada. “Tiada
henti bekerja.”
Kedua,
jantung
melalui aorta mendistribusikan sebagian besar darah ke seluruh tubuh. Sedangkan
untuk keberlangsungan hidup jantung, hanya diperlukan porsi kecil yang
diantarkan oleh arteri koroner. Harakah pun seperti itu. Untuk mengurus
struktur harakah, sebagian orang saja cukup, tak perlu semuanya ada di dalam.
Penggembungan struktur justru tak baik. Bisa-bisa kerja tidak efektif dan
efisien. Kaidahnya, struktur sebuah harakah
tak boleh lebih besar dari kontribusinya.
Ketiga,
dalam
sistem kardiovaskuler ada mekanisme yang membuat darah kotor menjadi darah
bersih, yaitu melalui paru-paru. Selain itu darah yang usai beredar dari
seluruh tubuh akan kembali ke jantung, masuk ke paru-paru, baru siap diedarkan
lagi. Inilah siklus tanpa ujung yang menjadi role model alur komunikasi antara harakah
dan tarbiyah. Keduanya mirip hubungan jantung dan paru-paru. Harakah menggerakkan,
tarbiyah yang mensucikan.
Keempat,
jika kader diibaratkan darah yang terdistribusi luas, maka kebaikan diibaratkan
O2 yang dibawa oleh darah. Ia bermanfaat bagi masyarakat luas
sebagaimana O2 bermanfaat bagi sel dan jaringan di seluruh tubuh.
Ketika O2 telah terserap habis, maka ia tinggal kembali ke paru-paru
atau tarbiyah berupa pertemuan pekanan, majelis ilmu, dan sebagainya.
*
* *
Beberapa
hal di atas merupakan hasil kontemplasi-analogi yang saya lakukan. Terlepas dari
kesalahan yang mungkin saya buat, kita harus yakin di balik alam semesta yang
begitu luas ada tanda-tanda kebesaran Allah Swt. tak terkecuali yang ada pada tubuh
kita sendiri. Akhirukallam.. terus
belajar, keep hungry, keep foolish, untuk menjadi seorang ulul albab!
Sabtu, 5 Mei 2012
Kala adzan Shubuh berkumandang
*Gambar Jantung dan Arteri Koroner
No comments:
Post a Comment