Materi oleh. Widjajanto (CEO Liga Primer Indonesia)
Ringkasan oleh. Gading Ekapuja
Aurizki (NIP 0604756)
“Ada 2 (dua) momen
lagu Indonesia Raya dihayati: upacara 17 Agustus dan saat pertandingan bola di stadion.” –Widjajanto, CEO Liga Primer Indonesia-
Sepakbola Indonesia perlu direformasi! Banyak hal dari
persepakbolaan Indonesia perlu diperbaiki. Yang pertama dari segi anggaran. Dalam
kurun waktu 8 tahun, setiap klub menghabiskan dana 20-40 Milyar/tahun dari APBD.
Bahkan, ada sebuah daerah yang 60-70% APBD-nya digunakan untuk membiayai klub sepakbola.
Ketergantungan sepakbola pada dana pemerintah akan memberatkan postur APBD, terlebih
lagi dana yang besar itu digunakan untuk menggaji satu dua orang pemain “bintang”
saja. Karenanya, klub sepakbola di Indonesia harus melepas ketergantungan dari dana
APBD dan memiliki pendanaan mandiri, baik dari sponsor ataupun investor. Alhamdulillah, dengan usaha keras dari pihak
PPSI, per-Januari 2012 kemarin klub bola profesional tidak lagi menggunakan dana
APBD.
Kedua adalah dari segi kualitas pemain. Ada beberapa
problem, antara lain: (1) Banyak pemain Indonesia yang hanya memiliki skill tanpa
memikirkan intelegensia. (2) Fisik pemain yang di bawah rata-rata standar internasional.
Volume Oksigen Maksimal (VO2 Max) pemain Indonesia rata-rata <50 ml/kg/min.
Jauh jika dibandingkan pemain Jepang yang VO2 Max rata-rata 70 ml/kg/min.
Kualitas pemain bisa ditingkatkan dengan penerapan sport science. Jadi olahraga tidak sekedar
menggerakkan tubuh atau sekedar bertanding, melainkan ada perhitungan-perhitungan
yang ilmiah, terutama dalam hal gizi atlet, kapasitas tubuh mereka, kebugaran, dan
sebagainya.
Dalam praktiknya,
sport science akan sangat erat hubungannya dengan teknologi. Sudah banyak teknologi
yang digunakan untuk pengembangan olahraga, khususnya sepakbola. Salah satu teknologi
yang kini sedang banyak digunakan adalah Chamber
Climate yang dimiliki Australia Institute
of Sport (AIS). Chamber Climate merupakan suatu alat yang dapat mengukur kondisi
fisik atlet. Cara kerjanya adalah dengan pengendalian suhu. Suhu dinaikkan atau
diturunkan, kemudian alat mendeteksi ketahanan tubuh atlet.
Hal ketiga yang perlu diperbaiki adalah kualitas
kompetisi. Masih sering ditemukan praktik-praktik suap di sepak bola Indonesia.
Kode-kode wasit, pengaturan skor, dan yang paling fatal adalah dualisme kompetisi
yang bergulir. Kualitas kompetisi ini penting untuk diperhatikan karena akan menentukan
kualitas Tim Nasional kita. Dan kualitas Timnas menentukan martabat bangsa Indonesia
di internasional. Merangkum semua itu, ada 3 (tiga) hal yang perlu diperhatikan dalam membangun persepakbolaan yang baik, yakni: (1) Fairness;
(2) Transparency; (3) Strong National Team.
Memang, banyak masalah yang menerpa persepakbolaan
Indonesia. Dualisme kompetisi seolah menjadi ajang “perang dingin” baru di Indonesia.
Namun, 7 Juni 2012 kemarin telah berhasil terselenggara rekonsiliasi, dan tanggal
12 Juli 2012 ada pertemuan antara wakil ISL dan LPI. Pertemuan itu membahas tentang
usaha “damai” antara kedua kubu, dan semuanya bersepakat untuk mengakhiri konflik.
Resolusi yang ditawarkan adalah membentuk kompetisi dengan nama baru yang tindak
cenderung ke satu kubu.
Satu pelajaran yang bisa kita petik, semua
kembali ke ikhtiar kita dalam memperbaiki keadaan yang buruk. Selepas itu serahkan
semuanya kepada Allah. Meskipun harus berpeluh-peluh, semua akan ada jalan keluarnya.
Itu semua demi terbentuknya persepakbolaan Indonesia yang lebih baik dan bermartabat!
Wallahua’lam bishshawab.. []gea
No comments:
Post a Comment