Oleh Gading Ekapuja Aurizki*
Pada
tahun 2030 di Indonesia akan terjadi fenomena “Bonus Demografi”. Pada saat itu,
dependency ratio (rasio
ketergantungan) penduduk usia non-produktif pada penduduk usia produktif di
angka yang cukup rendah. Karena pada saat itu peningkatan jumlah penduduk usia
produktif bertepatan dengan penurunan jumlah penduduk usia non-produktif.
Artinya jumlah penduduk usia produktif sedang banyak-banyaknya, dan jumlah
penduduk non-produktif sedang sedikit-sedikitinya.
Pada
peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2012 kemarin, Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Prof. Mohammad Nuh mencanangkan target Golden
Generartion 2045 dalam menyambut 100 tahun kemerdekaan Republik Indonesia.
Optimisme Prof. Nuh itu tidak lain disebabkan karena sepuluh tahun sebelumnya
Indonesia tengah mengalami bonus demografi.
Banyak
kalangan menilai bahwa fenomena Bonus Demografi adalah titik tolak Indonesia
untuk bangkit. Karena dengan jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) produktif
maksimal, pembangunan di berbagai sektor bisa digenjot, terutama di sektor
ekonomi. Namun masih ada yang mengganjal dalam menyambut momen bonus demografi
itu. Yakni kualitas sumber daya yang akan mengisi pos-pos strategis pada tahun
2030 mendatang.
Terhitung
mulai tahun 2012, puncak bonus demografi pada tahun 2030 akan terjadi ±18 tahun
lagi. Jika diasumsikan puncak karir seseorang itu berada pada usia 35-45 tahun,
maka penggerak utama berbagai sektor strategis pada tahun 2030 saat ini berusia
antara 17-27 tahun, dan kita –mahasiswa- termasuk di dalamnya. Namun, apa yang sudah
kita persiapkan untuk menyongsong peluang emas itu?
Tidak
bisa dipungkiri, generasi muda saat ini masih akrab dengan seks bebas, narkoba,
anarkisme, apatisme, dan hedonisme. Belum lagi masalah keterpecahbelahan antar kelompok
pemuda dan masalah lain yang semuanya hanya akan membuyarkan proyeksi
kebangkitan Indonesia pada momen bonus demografi. Logikanya, jika jumlah
penduduk usia produktif yang melimpah dibarengi dengan kualitas yang juga
tinggi, kebangkitan akan terjadi. Pun sebaliknya, jika penduduk usia produktif
yang melimpah memiliki kualitas rendah, bukan tidak mungkin Indonesia justru semakin
terpuruk.
Untuk
itu, mari bersama-sama memperbaiki kualitas diri dengan mengikuti berbagai
program pembinaan. Baik yang diselenggarakan oleh organisasi kampus maupun
lembaga di luar kampus. Kita kuliah tidak hanya untuk kesejahteraan diri saja,
namun untuk kesejahteraan rakyat Indonesia. Karena di sela-sela biaya kuliah
yang begitu mahal, ada subsidi dari masyarakat miskin yang membuat kita
membayar murah. Mereka mengharapkan kita, kawan.. Untuk itu berikanlah yang
terbaik di masa kuliahmu.
Demi
terbentuknya Indonesia yang lebih baik dan bermartabat.
[]gea
*) Ketua Umum Komisariat KAMMI Airlangga 2012-2013
No comments:
Post a Comment