Oleh. Gading Ekapuja Aurizki
#1
Descartes meyakini bahwa daya nalar atau logika bukanlah segalanya. Ia hanyalah alat untuk memahami realitas hidup. Hal itu ditunjukkan dalam tulisannya, "memiliki daya nalar yang baik tidaklah cukup, yang lebih penting adalah menggunakannya dengan baik." Bisa dikatakan bahwa yang lebih penting adalah tujuan manusia berpikir. Berpikir untuk suatu tujuan, bukan berpikir untuk memuaskan nafsu berpikir itu sendiri. Pola-pola seperti ini jamak kita temui. Manusia melakukan sesuatu hanya karena ingin melakukan sesuatu tersebut tanpa tujuan yang jelas. Berdebat hanya untuk mencari kepuasan menang debat, berperang karena gatal ingin membunuh orang, atau contoh-contoh lainnya. Bukan berarti yang demikian salah, hanya saja sesuatu yang ada tujuannya akan lebih kokoh dan memiliki nilai manfaat.
Kemudian Descartes berpendapat bahwa nalar bukanlah faktor utama manusia memperoleh kebenaran. Ia menulis, "orang-orang yang langkahnya lamban sekali pun (memiliki nalar rendah -pen) asalkan mengikuti jalan yang benar, dapat mencapai jarak yang lebih jauh daripada orang-orang yang berlari namun menyimpang dari jalan yang benar." Ini menunjukkan bahwa benar tidaknya jalan hidup seseorang tidak ditentukan dari kekuatan nalarnya. Nalar merupakan sesuatu yang netral. Justru yang menentukan adalah orang yang memiliki nalar tersebut. Dalam istilah populernya man behind the gun.
Referensi:
Descartes, René. 2012. Diskursus dan Metode (terj.). Yogyakarta: IRCiSoD
*InsyaAllah untuk pemikiran2 lainnya menyusul. Saya berencana membuatnya berseri, biar tidak terlalu berat. Hehehe.. Selamat membaca!
*InsyaAllah untuk pemikiran2 lainnya menyusul. Saya berencana membuatnya berseri, biar tidak terlalu berat. Hehehe.. Selamat membaca!
No comments:
Post a Comment